Kamis, 21 Maret 2013

Sejarah Riau

Riau berasala dari beberapa kata yaitu,Rio yakni sungai ,Riahi yakni air atau laut,Riuh yakni keramaian. Pertama toponomi Riau berasal dari penamaan orang Portugis dengan kata rio yang berarti sungai. Yang Kedua Riahi berasal dari tokoh Sinbad al-Bahar dalam kitab Alfu Laila Wa Laila (Seribu Satu Malam) yang menyebut riahi, yang berarti air atau laut, Yang ke dua ini pernah di kemukakan oleh Oemar amin Husin. Seorang tokoh masyarakat dan pengarang Riau dalam salah satu pidatonya mengenai terbentuknya propinsi Riau. Yang ketiga berasal dari penuturan masyarakat setempat.



Di angkat dari kata Rioh atau Riuh, yang berarti ramai,Hiruk pikuk orang bekerja. Nama Riau yang berasal dari penuturan orang melayu setempat, kabarnya ada hubungannya dengan peristiwa didirikannnya negeri baru di sungai Carang, Untuk dijadikannya pusat kerajaan. Hulu sungai inilah yang kemudian bernama Ulu Riau. Adapun peristiwa itu kira-kira mempunyai teks sebagai berikut:

Tatkala perahu-perahu dagang yang semula pergi ke makam Tuhid (ibu kota kerajaan johor) di perintahkan membawa barang dagangannya ke sungai Carang di pulau Bintan (suatu tempat Sedang didirikan negeri baru) di muara sungai itu mereka kehilangan arah. Bila ditanyakan kepada awak-awak perahu yang hilir, “ dimana tempat orang-orang raja mendirikan negeri ?” mendapat jawaban “Di sana di tempat yang rioh”, Sambil mengisaratkan ke hulu sungai menjelang sampai ketempat yang di maksud jika di tanya ke mana maksud mereka, selalu mereka jawab “mau ke rioh”
Berdasarkan beberapa keterangan di atas maka nama Riau besar kemungkinan memang berasal dari penamaan rakyat setempat, yaitu orang melayu yang hidup di daerah Bintan. Nama itu besar kemungkinan telah mulai terkenal semenjak Raja kecik memindahkan pusat kerajaan melayu dari johor ke ulu Riau pada tahun 1719. Setelah itu nama ini di pakai sebagai salah satu negeri dari 4 negeri utama yang membentuk kerajaan Riau, Linggar, Johor dan pahang,. Kemudian dengan perjanjian London 1824 antara Belanda dengan Inggris, kerajaan ini terbelah dua. Belahan Johor - Pahang berada di bawah pengaruh Inggris, sedangkan belahan Riau - Lingga berada di bawah pengaruh Belanda. Dalam zaman penjajahan Belanda (1905 - 1942), nama Riau dipakai untuk nama sebuah keresidenan, yang daerahnya meliputi Kepulauan Riau serta pesisir Timur Sumatera bagian tengah.
Belahan Johor, Pahang berada di bawah pengaruh Inggris,Sedangkan belahan Riau-Lingga berada dibawah pengaruh Belanda. Dalam Zaman Penjajahan belanda 1905-1942 nama Riau di pakai untuk sebuah keresidenan yang daerahnya meliputi kepulauan Riau serta Pesisir timur sumatera bagian tengah. Demikian juga dalam zaman Jepang relatif masih di pertahankan. Setelah propinsi Riau terbentuk tahun 1958, Maka nama itu di samping di pergunakan pula untuk nama sebuah propinsi yang penduduknya dewasa itu sebagian besar terdiri dari orang melayu.
Propinsi Riau yang di diami oleh sebagian puak Melayu dewasa ini masih dapat di telusuri ke belakang,Mempunyai suatu perjalanan yang cukup panjang. Riau yang daerahnya meliputi Kepulauan Riau sampai Pulau tujuh dilaut Cina selatan lalu kedaratan Sumatera meliputi daerah aliran sungai dari Rokan sampai Kuantan dan Inderagiri.
Sebenarnya juga telah pernah di rintis oleh sang Sapurba, seorang diantara raja-raja Melayu yang masih punya kerinduan terhadap kebesaran Melayu sejak dari Sri Wijaya sampai Malaka. Seperti di ceritakan dalam sejarah Melayu (Sulalatus Salatin) dalam cerita yang kedua, sang Sapurba telah mencoba menyatukan daerah Bintan (kepulauan Riau) dengan Kuantan di belahan daratan Sumatera. Kemudian Raja Kecil juga punya ambisi untuk menyatukan daerah Selat Melaka itu dengan Siak di belahan Sumatera. Yang terakhir Raja Haji Fisabilillah mencoba menyatukan daerah kepulauan Riau dengan Inderagiri, Diantaranya Pekan Lais.
Sejarah di Riau  terkait erat dengan Kerajaan Sriwijaya. Sejumlah ahli sejarah berpendapat bahwa kerajaan ini berpusat di Palembang karena disana ditemukan prasasti peninggalan Sriwijaya. Beberapa ahli sejarah lain mengatakan bahwa pusat Kerajaan Sriwijaya adalah di Muaratakus (Riau). Masa kajayaan Kerajaan Sriwijaya adalah antara abad ke 11 sampai abad ke 12. ketika itu kekuasaan Kerajaan Sriwijaya meliputi eluruh wilayah Indonesia bagian barat dan seluruh Semenanjung Melayu.  

Pasca keruntuhan Kerajaan Sriwijaya, di Riau muncul beberapa kerajaan. Salah satu kerajaan besar adalah Kerajaan Malaka yang didirikan oleh Prameswara pada awal abad ke 14. Kerajaan Malaka mencapai puncak kejayaannya pada era pemerintahan Sultan Muhammad Iskandar Syah pada awal abad ke 15. Kejayaan Malaka ini tidak lepas dari peran panglima angkatan lautnya, yaitu, Laksamana Hang Tuah.

Kekuasaan Kerajaan Malaka berakhir tanggal 10 Agustus 1511. ketika itu, Ketika itu, Malaka ditaklukan oleh Portugis di bawah pimpinan Alfonso d’Albuquerque. Sultan Mahmud Syah I yang berhasil menyelamatkan diri dari gempuran Portugis kemudian membangun kerajaan baru di Bintan. Kerajaan Melayu ini mewarisi kekuasaan Kerajaan Malaka yang meliputi Kelantan, Perak, Trenggano, Pahang, Johor, Singapura, Bintan, Lingga, Inderagiri, Kampar, Siak, dan Rokan.

Setelah merasa kuat, Sultan Mahmud Syah I merencanakan untuk melancarkan serangan balasan terhadap Portugis di Malaka. Dia kemudian melancarkan serangan berturut-turut tahun 1515, 1516, 1519, 1523, dan 1524. namun semua serangan tersebut tidak berhail menggoyahkan pertahanan Portugis. Bahkan kemudian Portugis melancarkan serangan balasan tahun 1526 dan berhasil menguasai Bintan.

Sultan Mahmud Syah I meninggal dunia tahun 1528 di Pekantua. Posisinya digantikan oleh putranya, yaitu, Sultan Alauddin Riayat Syah II. Dia melanjutkan kebijakan ayahnya dalam menyikapi penjajah. Pada masa kekuasaannya terjadi banyak peperangan melawan Portugis. Berbagai peperangan tersebut menelan korban jiwa yang tidak sedikit.

Selain itu, Kerajaan Melayu juga terlibat dalam beberapa kali pertempuran melawan Kerajaan Aceh. Hubungan anrata Melayu dan Aceh semakin memanas ketika Melayu menjalin kerjasama dengan Belanda untuk menghancurkan Portugis di Malaka. Permusuhan antara kedua kerajaan tersebut berlangsung sampai Aceh mulai surut sepeninggal Sultan Iskandar Muda yang meninggal dunia tahun 1636.

Setelah itu, kekuatan Kerajaan Melayu terpusat untuk menghancurkan Portugis di Malaka. Pada bulan Juni 1640, Kerajaan Melayu yang bekerjasama dengan Belanda melakukan penyerangan terhadap Portugis di Malaka. Portugis kalah pada bulan Januari 1641.

Hubungan baik Kerajaan Melayu dengan Belanda berlangsung sampai tahun 1784. Tanggal 30 Oktober 1784, Kerajaan Melayu diserang Belanda dan ditaklukkan. Kerajaan Melayu kemudian mengakui kekuasaan Belanda, mulailah era kolonialisme di Keranaan Melayu.

Sebagai mana daerah lain di Indonesia, di Riau terjadi berbagai perlawanan bersenjata terhadap kolonialisme. Perlawanan besar dilakukan rakyat di daerah Rokan di bawah pimpinan Tuanku Tambusai (1820-1839). Sebelum berjuang melawan Belanda di Rokan, Tuanku Tambusai berjuang dalam perang Padri, bersama-sama gurunya, yaitu, Tuanku Imam Bonjol. Namun tuanku Tambusai tidak berhasil menghancurkan kekuatan Belanda. Dia kemudian menyingkir ke Malaka dan menetap di daerah Seremban.

Selain tuanku Tambusai, masih banyak tokoh lain yang mengobarkan perlawanan rakyat terhadap kolonoalisme Belanda. Namun semua perlawanan tersebut dapat dipatahkan Belanda. Beberapa tokoh yang memimpin perlawanan rakyat adalah Panglima Besar Sulung yang memimpin perlawanan rakyat Retih tahun 1857, Datuk Tabano di Muara Mahat (1898), dan Sultan Zainal Abidin di Rokan (1901-1904). Setelah berbagai perlawanan tersebut dapat diredam, Belanda semakin menancapkan kekuatannya di Riau.

Awal abad ke 20 merupakan era munculnya semangat nasionalisme. Tahun 1916 berdiri Serikat Dagang Islam di Pekanbaru, didirikan oleh Haji Muhammad Amin. Tahun 1930 berdiri Serikat Islam di Rokan Kanan, didirikan oleh H.M. Arif. Setelah itu muncul beberapa organisasi lain seperti Muhammadiyah.

Tahun 1942, Jepang masuk dan menguasai daerah Riau. Di era penjajahan Jepang ini, rakyat semakin sengsara karena seluruh kegiatan rakyat ditujukan untuk mendukung peperangan yang sedang dilancarkan Jepang di seluruh Asia Pasifik. Hasil pertanian rakyat dirampas dan penduduk laki-laki banyak yang dijadikan romusha.

Kabar tentang proklamasi kemerdekaan sampai ke Riau tanggal 22 Agustus 1945, namun teks lengkapnya baru sampai ke Pekanbaru seminggu kemudian. Meskipun sudah mengatehui dengan pasti perihal kemerdekaan, namun rakyat Riau tidak berani langsung menyambutnya. Hal ini karena tentara Jepang masih lengkap dengan senjatanya dan belum adanya pelopor yang meneriakan kemerdekaan.  Baru pada tanggal 15 September 1945, para pemuda yang tergabung dalam Angkatan Muda PTT berinisiatif untuk menyuarakan kemerdekaan, sejak hari tiu, pekik kemerdekaan terdengan diseluruh pelosok Riau.
Di awal kemerdekaan, Riau tidak langsung menjadi provinsi, melainkan menjadi bagian dari provinsi Sumatera. Pada saat Sumatera dibagi menjadi tiga provinsi, yaitu, Sumatera Utara, Sumatera Tengah, dan Sumatera Selatan, Riau menjadi bagian dari Sumatera Tengah. Baru pada tahun 1957, status Riau meningkat menjadi Provinsi.
Pembentukan Provinsi Riau telah memerlukan Waktu paling kurang 6 tahun, Yaitu dari tahun 1952 sampai 1958. Usaha pembentukan propinsi ini melepaskan diri dari propinsi Sumatera Tengah (Yang meliputi Sumatera Barat, jambi dan Riau ) di lakukan di tingkat DPR pusat oleh ma’rifat Marjani, Dengan dukungan penuh dari seluruh penduduk Riau.
Setelah Propinsi Riau terbentuk tahun 1958, maka nama itu di samping dipergunakan untuk nama sebuah kabupaten, dipergunakan pula untuk nama sebuah propinsi yang penduduknya dewasa itu sebagian besar terdiri dari orang Melayu.

Kerajaan Melayu yang pernah berdiri di rantau ini, antara lain adalah:

* Kerajaan Inderagiri (1658-1838)
* Kerajaan Siak (1723-1858)
* Kerajaan Pelalawan (1530-1879)
* Kerajaan Riau-Lingga (1824-1913)
* Kerajaan kecil lainnya, seperti Tambusai, Rantau Binuang Sakti, Rambah, Kampar dan Kandis (Rantau Kuantan).
Kata Melayu berasal dari kata Mala dan Yu. Mala artinya mula atau permulaan, sedangkan Yu artinya negeri. Melayu artinya negeri yang mula-mula ada. Pendapat ini sesuai dengan perkembangan bangsa Melayu dari daratan Asia Tenggara, pada kira-kira tahun 2000 sebelum Masehi dan 1500 sebelum Masehi yang menyebar ke seluruh Indonesia. Pendapat lain mengatakan, bangsa Melayu berasal dari kata layu yang artinya rendah. Maksudnya bangsa Melayu itu rendah hati sangat hormat kepada pemimpinnya. Istilah Melayu ini dipergunakan untuk menamakan sebuah Kemaharajaan Melayu dan Kerajaan Melayu Riau. Perkataan Melayu juga dipakai menamakan rakyat pendukung kerajaan-kerajaan tersebut sehingga terkenal sebagai suku Melayu dengan bahasa yang dipergunakan bahasa Melayu. Bahasa Melayu ini pada masa dahulu menjadi Lingua Franca di kawasan Asia Tenggara ini.
Pembentukan Propinsi ini telah di tetapkan dengan undang-undang darurat No 19/1957 yang kemudian di undangkan dengan Undang-Undang No 61 tahun 1958. Propinsi Riau ini merupakan gabungan dari sejumlah kerajaan Melayu yang pernah berdri di rantau ini, diantaranya ialah kerajaan Inderagiri (1658-1838), Kerajaan Siak (1723-185 8) Kerajaan Pelalawan (1530-1879), Kerajaan Riau-Lingga (1824-1913) dan banyak lagi kerajaan kecil lainnya,Seperti Tambusai, Rantau Binuang Sakti, Rambah, Kampar dan Kandis (Rantau Kuantan).
Dalam Sejarahnya , daerah Riau pernah menjadi penghasil berbagai hasil bumi dan barang lainnya. Pulau Bintan pernah di juluki sebagai pulau seganteng lada, karena banyak menghasilkan Lada. Daerah Pulau tujuh, terutama pulai Midai pernah menjadi penghasil Kopra terbesar di Asia tenggara,paling kurang sejak tahun 1906 sampai tahun 1950-an. Bagan siapi-api sampai tahun 1950-an adalah penghasil ikan terbesar di Indonesia, Batu bata yang di buat perusahaan raja Aji kelana di pulau Batam,pasarannya mencapai Malaysia sekarang ini. Kemudia dalam bidang penghasil karet alam, dengan sisitem kupon tahun 1930-an belahan daratan seperti Kuantan,Inderagiri dan kampar juga daerah yang amat potensial.
Riau dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 10 tahun 1948, tentang pembagian Sumatera dalam tiga propinsi. Antara lain Sumatera Tengah yang meliputi keresidenan Sumatera Barat, Riau dan Jambi.

Keinginan rakyat Riau yang menghendaki daerah otonomi dibahas dalam berbagai kesempatan, antara lain:

* 17 Oktober 1954 diadakan Kongres Pemuda Riau di Pekanbaru.

* 7 Agustus 1955 diadakan Konperensi DPRDS I antar empat kabupaten dalam Keresidenan Riau di Bengkalis

* 7 September 1955 delegasi DPRDS empat Kabupaten Riau menghadap Mendagri Mr. R. Soenarjo yang menghasilkan Keterangan Nomor De/44/12/13/7 yang isinya, "Persoalan itu akan diberi perhatian seperlunja, dan pembagian wilajah R.I. dalam daerah-daerah propinsi jang baru sedang direntjanakan."

* 9 September 1955 dibentuk Badan Penghubung Persiapan Propinsi Riau di Jakarta.

* 31 Januari s/d 2 Februari 1956 diselenggarakan Kongres Rakyat Riau. 22 Oktober 1956, pertemuan para tokoh dengan Mendagri Soenaryo. Menurut menteri, Undang-undang Pembentukan Propinsi Riau belum disiapkan, namun akan diajukan dalam Sidang Parlemen permulaan 1957.

* Sidang Kabinet 1 Juli 1957 menyetujui Riau dan Jambi menjadi propinsi.

* 7 Agustus 1957, Undang-undang Propinsi Sumatera Barat, Riau, Jambi disetujui.

* 9 Agustus 1957 diundangkan dalam Lembaran Negara Nomor 75 dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1957 yang menetapkan pembentukan Daerah Swatantra Tingkat I Sumatera Barat, Riau dan Jambi.

* Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 256/M/1958, pada 5 Maret 1958 dilakukan pelantikan Gubernur KDH Propinsi Riau, SM Amin di Tanjungpinang. Maka resmilah daerah Swatantra Tingkat I Propinsi Riau.

* 20 Januari 1959 ibukota propinsi kemudian dipindahkan dari Tanjungpinang ke Pekanbaru, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor Des 52/1/44-25. Gubernur SM Amin digantikan oleh Kaharuddin Nasution yang dilantik pada 6 Januari 1960 di Pekanbaru.

Alam Sejarahnya , daerah Riau pernah menjadi penghasil berbagai hasil bumi dan barang lainnya. Pulau Bintan pernah di juluki sebagai pulau seganteng lada, karena banyak menghasilkan Lada. Daerah Pulau tujuh, terutama pulai Midai pernah menjadi penghasil Kopra terbesar di Asia tenggara,paling kurang sejak tahun 1906 sampai tahun 1950-an. Bagan siapi-api sampai tahun 1950-an adalah penghasil ikan terbesar di Indonesia, Batu bata yang di buat perusahaan raja Aji kelana di pulau Batam,pasarannya mencapai Malaysia sekarang ini. Kemudia dalam bidang penghasil karet alam, dengan sisitem kupon tahun 1930-an belahan daratan seperti Kuantan,Indragiri dan kampar juga daerah yang amat potensial. 



1 komentar:

  1. kawasan riau sebenarnya termasuk cukup kecil, namun suasana disana kini telah lebih maju dan hiruk pikuknya juga lebih ramai, wilayahnya kepulauan, asyik banget buat liburan..

    BalasHapus